Sudut Pandang Optimistic Nihilism, Memahami Pandangan Hidup Alternatif

 

Optimistic Nihilism | Kurzgesagt – In a Nutshell

Assalamualaikum Wr. Wb.

Yohooo Peps, Balik lagi di blog aku yang udah berdebu ini LoL, BTW aku kepikiran soal "Optimistic Nihilism", apa itu? nah di artikel ini aku bakalan menyimpan sedikit pengetahuan aku tentang hal ini karena nantinya akan aku baca lagi.

So, kita mulai dari What is Optimistic Nihilism?, Oke, Optimistic Nihilism adalah sudut pandang hidup alternatif yang menggabungkan elemen-elemen dari optimisme dan nihilisme. Pandangan ini merangkul gagasan bahwa, pada dasarnya hidup tidak memiliki tujuan inheren atau makna tertentu. Namun, alih-alih menyebabkan ketidakbermaknaan tersebut menjadi sumber keputusasaan, pandangan optimistic nihilism menegaskan kebebasan yang diberikan oleh ketiadaan tujuan ini. Duh berat ya, jadi bingung?

Oke, Simplenya gini. Para penganutnya percaya bahwa, karena hidup tidak memiliki arti bawaan, kita memiliki kebebasan untuk membuat makna dan tujuan sendiri dalam kehidupan. Dalam sudut pandang ini, kesadaran akan ketidakbermaknaan dapat membuka pintu untuk menghargai keindahan kehidupan dan menciptakan makna melalui hubungan, pencapaian, dan pengalaman pribadi. Ini adalah cara untuk merangkul kebebasan dan tanggung jawab penuh terhadap hidup, meskipun tanpa makna yang terdefinisi secara inheren.

Di antaranya, seperti pandangan bahwa kesuksesan itu memiliki harga yang mahal, orang kaya bisa jadi memiliki hidup yang menyedihkan, dan kehidupan manusia serta seluruh alam semesta bisa jadi memang tidak ada maknanya. Alasan dari pandangan-pandangan tersebut adalah karena aku sendiri  percaya bahwa kita semua yang hidup sebagai manusia bisa secara bebas memilih jalan dan filosofi hidupnya masing-masing.

Saat ini, kita sedang hidup di zaman di mana revolusi sains mencapai periode optimalnya. Setiap tahunnya, selalu ada penemuan baru yang memudahkan kehidupan manusia, dan bisa dikatakan bahwa semakin lama, hidup manusia itu semakin enak (But not in General ya!). 

Kita tidak perlu lagi capek-capek berburu hewan atau jalan ke warung untuk mendapatkan makanan. Tinggal klik aja smartphone yang kita punya, dan dalam 20 menit, babang ojol akan datang beserta makanannya. Ensiklopedia yang berisi ilmu tidak terbatas pun ada di tangan kita. Setiap kita bingung akan sesuatu, kita tinggal membuka smartphone kita, dan membuka mesin pencari Google, Bing, Etc. Dunia pun sudah terkoneksi secara global. 

Nah, Secara umum, kita bisa berinteraksi dengan siapapun di dunia, selama memiliki koneksi internet, dan nggak diblokir oleh pemerintah tentunya. Ya, faktanya, kita sedang hidup di zaman terbaik dan terenak yang pernah ada di bumi. Kemiskinan sedang mencapai titik terendahnya. Banyak penyakit yang sudah kita musnahkan dari bumi. Hampir semua orang yang kita kenal sudah bisa terkoneksi ke internet. Kekerasan pun mulai menurun di seluruh dunia (Katakanlah Begitu ya) . Dan banyak lagi fakta-fakta lain yang menunjukkan bahwa dunia sebetulnya sedang terus berkembang, dan mungkin akan terus berkembang dan menjadi lebih baik setiap harinya.

Tapiii, Sayangnya, entah kenapa, selalu saja ada masalah baru yang muncul. Let's Say:

  • Pertama, banyak dari kita yang menganggap bahwa dunia tidak menjadi lebih baik setiap harinya. Banyak yang menganggap bahwa dunia semakin lama semakin buruk. 
  • Kedua, depresi dan kasus bunuh diri pun mulai meningkat. 
  • Ketiga, level kepuasan hidup di banyak negara pun menurun. 
  • Kempat, banyak dari kita yang merasa kesepian, meskipun teman media sosial kita ada ribuan. 
  • Dan yang terakhir, kebanyakan dari kita juga terlalu sibuk mengurusi politik. Kita terpolarisasi menjadi dua kubu, sampai mungkin rela untuk berperang melawan kubu lawan, dan bahkan memanggil lawan dengan sebutan binatang. 
Revolusi sains dan teknologi yang terjadi ternyata malah menghasilkan beberapa masalah baru. Kayaknya beberapa tahun lalu tuh nggak ada nih, banyak masalah depresi atau polarisasi politik. Kita kayaknya selalu hidup nyaman, meski teknologi dulu tuh belum maju. 

Ya, nggak tahu kenapa, ternyata semua progres yang ada di dunia ini selalu juga diiringi oleh kemunduran dan munculnya beberapa masalah baru. Padahal, ada satu hal yang nggak berubah dari dulu. Bahwa hidup kita sebagai manusia di dunia ini tuh sangat terbatas. Rata-rata hidup manusia itu hanya puluhan tahun. 

Di Indonesia, banyak dari kita yang akan hidup sekitar kurang lebih ya 70 tahun. Angka yang di satu sisi mungkin nggak terlalu singkat, tapi ya tetap terbatas.

Nah, sayangnya kita tuh terlalu sibuk pada hal yang mungkin ya nggak terlalu penting nggak sih? Questionable kan?.

Dan menariknya, semakin kita maju, hidup akademisi dan filsuf malah makin percaya bahwa hidup itu nggak bermakna. Bahwa Tuhan sebetulnya tidak ada. Bahwa Tuhan telah mati. Tapi, karena hidup itu sendiri secara objektif tidak bermakna, itu bukan berarti kita nggak bisa ngasih makna pada kehidupan kita, kan? Karena masing-masing dari kita tentu punya kepercayaan. Banyak dari kita memiliki dan percaya dengan agama. Atau setidaknya kalau pun kamu nggak percaya dengan agama, kamu mungkin memiliki ideologi untuk dipercayai. Entah itu kapitalisme, marxisme, atau apapun itu. 

Pandangan nihilisme sendiri, yaitu pandangan bahwa sebetulnya hidup itu tidak bermakna. Meskipun mungkin saja benar, nggak bisa dibilang sebagai pandangan yang baik juga. Nihilisme itu bisa jadi toksik. Hal ini karena nihilisme itu pandangan yang sangat depresif dan negatif. Secara gini, kalau semua hal di dunia ini nggak berarti, ya terus ngapain hidup, ya gak sih?, tiap hal yang kita lakukan pada akhirnya nggak akan ada artinya. Semua hal baik, hal buruk, ibadah yang sengaja kita lakukan, dosa yang nggak sengaja kita lakukan, semuanya akan terhapus dalam dunia yang nihilistik. Dalam dunia yang nggak berarti. Tapi, sebetulnya ada nihil pandangan hidup lain, pandangan hidup alternatif. 

Masih nihilistik, tapi tetap mempertimbangkan banyak kepercayaan. Tetap mempertimbangkan juga martabat kita sebagai manusia yang memiliki akal, pikiran, atau bisa disebut sebagai kesadaran. Dan pandangan ini cocok juga bagi hampir semua orang. Baik religius, ateis, cebong, kadrun, kubu kiri, atau kubu kanan. Kita semua mungkin nggak bisa sepakat tentang satu makna kehidupan. Tapi tentu kita bisa hidup berdampingan dengan damai, menciptakan makna kita masing-masing. Meskipun mungkin alam semesta dan kehidupan ini tuh nggak ada maknanya. Kita tetap bisa menjalankan hidup kita dengan damai, kan. 

Kita tetap bisa ibadah, melakukan hal baik, merasakan senang, mungkin sekali sedih. Dan juga merasakan jutaan emosi ketika kita sedang jadi cinta. Kita beruntung bisa merasakan kesadaran, dan juga berjuta-juta hal lain yang ada di alam semesta. Kita bisa tetap hidup bahagia, kok. Kita bisa hidup dengan penuh makna, meskipun kita tahu bahwa sebetulnya alam semesta ini tidak mempunyai makna. Masih ada jutaan masalah di dunia ini yang perlu dan bisa kita selesaikan. 

Ada jutaan hal baik yang bisa kita lakukan, dan ada jutaan sains dan teknologi baru yang belum kita temukan. Iya, ada banyak hal yang bisa kita lakukan untuk menggunakan waktu kita yang terbatas ini. 

Setuju gak sih Kalau kita sebenarnya tinggal memilih hal yang mau kita lakukan. Yang jelas, dunia ini sebetulnya bisa kita maknai sesuka kita. Memang sih, mungkin dunia ini tidak sempurna dan tidak jelas. Tapi, apa salahnya jika kita melakukan hal baik di dunia ini untuk menghabiskan perdetik hidup kita yang terbatas ini? Ya nggak? Inilah pandangan hidup alternatif. 

Sumber Referensi:

- Optimistic Nihilism Explained: Turn Meaninglessness Into Determination

- Point of View: A Modern Nihilism

- Orion Philosophy: The Meaning of Nihilism

Optimism without theism? Nagasawa on atheism, evolution, and evil

Nietzsche on Nihilism:A Unifying Thread by Andrew Huddleston (Birkbeck, University of London)

Teuku Raja

Philosophy and Psychology Addict, Culture and Humanity Activist, and Historical, Social, Technician Sains Enthusiast

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak