Childfree, Antara Pilihan Egosentris & Rejection of Life's Destiny (Part #2)

 

Images: Childfree Illustration Digital Art by Teuku Raja

Berikut adalah rangkuman ringkasan artikel akademik terbaru tentang childfree yang aku kutip dari Childfree and Happy? Italian Women's and Men's Satisfaction with Life and Family.

Di dalam Jurnal Sex Roles tahun 2020 di tuliskan, Studi ini meneliti kepuasan hidup dan keluarga di antara pria dan wanita childfree di Italia. Para peneliti membandingkan individu childfree dengan mereka yang memiliki anak dan meneliti perbedaan antara gender. Studi ini mensurvei 472 individu (237 pria dan 235 wanita) berusia 25 hingga 45 tahun.

Hasilnya menunjukkan bahwa individu childfree melaporkan tingkat kepuasan hidup yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki anak. Selain itu, individu childfree melaporkan tingkat kepuasan keluarga yang lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang memiliki anak. Temuan ini menantang pandangan umum yang menganggap bahwa memiliki anak adalah prasyarat untuk kebahagiaan dan kepuasan hidup yang tinggi.

Baca Artikel Sebelumnya : Childfree, Antara Pilihan Egosentris & Rejection of Life's Destiny (Part #1)

Lalu bagaimana pendapat kebanyakan orang tentang childfree itu sendiri ?

Pendapat orang tentang childfree dapat bervariasi tergantung pada budaya, nilai, dan pandangan pribadi mereka. Namun, secara umum, kebanyakan orang masih memandang bahwa memiliki anak adalah hal yang wajar dan dianggap sebagai tahap penting dalam kehidupan. Oleh karena itu, keputusan untuk tidak memiliki anak sering kali dianggap sebagai hal yang kontroversial dan tidak lazim.

Beberapa orang mungkin menganggap bahwa tidak memiliki anak akan mengakibatkan kesepian atau kurangnya makna dalam kehidupan, atau bahkan merasa bahwa itu tidak memenuhi tujuan hidup manusia untuk meneruskan garis keturunan. Namun, ada juga yang percaya bahwa tidak memiliki anak dapat memberi seseorang kebebasan dan fleksibilitas dalam kehidupan mereka, serta memungkinkan mereka untuk mengejar tujuan dan minat yang lebih pribadi.

Meskipun pandangan orang tentang childfree dapat bervariasi, penting untuk diingat bahwa keputusan untuk memiliki atau tidak memiliki anak adalah hak pribadi setiap orang dan harus dihormati. Setiap orang memiliki hak untuk menentukan jalannya sendiri dalam hidupnya, termasuk dalam memilih apakah boleh atau tidak untuk memiliki anak.

:: Pendapat dan Opini Aku Pribadi ::

1. Secara Individual

Dalam beberapa tahun terakhir, pendapat tentang childfree mulai berubah. Beberapa alasan yang mendorong perubahan ini antara lain meningkatnya kesadaran tentang isu-isu lingkungan, kesehatan mental, dan kebebasan individu untuk menentukan pilihan hidup mereka sendiri.

Dalam beberapa studi terbaru, individu childfree dilaporkan memiliki kualitas hidup yang lebih tinggi dan lebih sedikit stres dibandingkan dengan mereka yang memiliki anak. Beberapa studi juga menunjukkan bahwa orang yang childfree cenderung memiliki hubungan yang lebih bahagia dan memuaskan dengan pasangan mereka, serta lebih banyak waktu dan sumber daya untuk mengejar minat dan hobi pribadi.

Namun, meskipun ada banyak manfaat yang terkait dengan menjadi childfree, tetap ada stigma dan tekanan sosial yang mengelilingi pilihan ini. Beberapa individu childfree melaporkan bahwa mereka merasa diisolasi atau dianggap "aneh" oleh keluarga dan teman-teman mereka yang memiliki anak. Selain itu, beberapa wanita juga melaporkan pengalaman diskriminasi di tempat kerja karena mereka tidak memiliki anak.

Dalam kesimpulannya, sementara pendapat tentang childfree mungkin bervariasi, penting untuk menghormati pilihan individu dan tidak memandang sebelah mata mereka yang memilih untuk hidup tanpa anak. Pilihan ini merupakan hak pribadi setiap orang, dan kebahagiaan serta kepuasan hidup dapat dicapai dengan atau tanpa anak.

2. Perspektif Sudut Pandang Agama Islam

Dalam Islam, memiliki anak merupakan hal yang dianjurkan dan dianggap sebagai anugerah dari Allah SWT. Namun, keputusan untuk memiliki atau tidak memiliki anak tetap menjadi hak pribadi setiap individu.

Islam mengajarkan bahwa anak-anak adalah amanah dari Allah SWT dan merupakan tanggung jawab orang tua untuk membesarkan mereka dengan penuh kasih sayang, memberikan pendidikan yang baik, dan membimbing mereka agar menjadi individu yang baik dan bermanfaat bagi masyarakat.

Namun, tidak memiliki anak dalam Islam bukanlah suatu dosa atau kesalahan. Sebaliknya, ada banyak keutamaan bagi individu yang memilih untuk tidak memiliki anak, seperti memiliki waktu dan energi yang lebih untuk beribadah, membantu orang lain, dan meningkatkan kualitas hidup.

Namun, ada beberapa batasan dalam Islam terkait dengan kontrasepsi. Penggunaan kontrasepsi yang merusak alat reproduksi atau yang dapat membahayakan kesehatan individu dilarang. Namun, Islam memperbolehkan penggunaan kontrasepsi yang aman dan efektif, seperti kondom atau pil KB, selama hal itu tidak menghalangi kehendak Allah SWT.

Dalam Islam, semua pilihan hidup harus dibuat dengan penuh kesadaran dan pertimbangan matang. Keputusan untuk memiliki atau tidak memiliki anak harus dipertimbangkan secara seksama dengan mempertimbangkan faktor-faktor seperti kesehatan, keuangan, dan kemampuan untuk membesarkan anak dengan baik. Yang penting adalah memilih jalan hidup yang dianggap terbaik untuk diri sendiri dan untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan akhirat.

3. Secara Ilmu Psikologi

Dari sudut pandang psikologi, keputusan untuk tidak memiliki anak dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti nilai-nilai, pengalaman masa lalu, keadaan sosial, dan kondisi pribadi.

Beberapa alasan yang mungkin mendorong seseorang untuk memilih hidup childfree termasuk keinginan untuk mengejar karir atau tujuan pribadi, ketidaksukaan terhadap tanggung jawab orang tua, ketakutan akan kehilangan kebebasan, dan kondisi kesehatan yang mencegah seseorang untuk memiliki anak.

Sebaliknya, beberapa orang memilih untuk memiliki anak karena adanya dorongan biologis, keinginan untuk meneruskan garis keturunan, atau nilai-nilai budaya yang menekankan pentingnya memiliki anak sebagai suatu keharusan.

Ketika seseorang membuat keputusan untuk menjadi childfree, ia harus siap untuk menghadapi stigma dan tekanan sosial dari masyarakat yang memandangnya sebagai hal yang tidak wajar atau bahkan "egois". Dalam beberapa kasus, individu childfree mungkin merasa diisolasi atau kesepian karena kurangnya dukungan dari keluarga atau teman-teman.

Namun, keputusan untuk menjadi childfree dapat membawa manfaat psikologis, seperti merasa lebih bebas, memiliki waktu dan energi yang lebih untuk mengejar minat dan hobi pribadi, serta lebih sedikit stres dan tanggung jawab. Studi juga menunjukkan bahwa individu childfree cenderung memiliki tingkat kebahagiaan yang sama dengan mereka yang memiliki anak.

Penting untuk dicatat bahwa keputusan untuk menjadi childfree harus dipertimbangkan secara matang dan tidak boleh diambil dengan gegabah atau terburu-buru. Keputusan ini juga harus dibuat dengan mempertimbangkan faktor-faktor yang mungkin memengaruhi keputusan individu, seperti kondisi kesehatan, keuangan, dan kemampuan untuk membesarkan anak dengan baik.

4. Secara Filsafat

Dalam filsafat, keputusan untuk menjadi childfree dapat dilihat dari perspektif etika dan metafisika.

Dalam perspektif etika, keputusan untuk tidak memiliki anak dapat dipandang sebagai bentuk penghargaan terhadap nilai-nilai moral, seperti tanggung jawab terhadap lingkungan dan keberlanjutan planet, serta penghormatan terhadap hak individu untuk memutuskan jalur hidup mereka. Beberapa filosof seperti David Benatar mengemukakan pandangan bahwa keputusan untuk tidak memiliki anak dapat dipandang sebagai bentuk pengurangan penderitaan, baik bagi individu maupun masyarakat, karena dengan tidak memiliki anak, mereka tidak akan menghadapi tantangan dan beban yang seringkali dihadapi oleh orang tua.

Dalam perspektif metafisika, keputusan untuk menjadi childfree dapat dipandang sebagai bagian dari pencarian makna hidup individu, karena keputusan tersebut melibatkan pertimbangan tentang tujuan hidup dan nilai-nilai pribadi yang mendasar. Beberapa filosof mengemukakan pandangan bahwa tujuan hidup individu seharusnya tidak hanya terfokus pada keberlangsungan keturunan atau reproduksi, tetapi juga pada makna hidup yang lebih luas, seperti kontribusi bagi masyarakat, pencapaian tujuan pribadi, atau pengembangan spiritual.

Namun, tidak semua filsuf sepakat dengan pandangan bahwa keputusan untuk menjadi childfree adalah hal yang baik atau benar. Beberapa filsuf mempertanyakan keabsahan argumen yang mendasari keputusan tersebut, seperti kekhawatiran tentang populasi yang berkurang atau keberlangsungan spesies manusia.

Secara keseluruhan, keputusan untuk menjadi childfree adalah sebuah pilihan yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor yang berbeda, termasuk nilai-nilai, budaya, dan pandangan hidup individu. Oleh karena itu, keputusan tersebut harus dipertimbangkan secara matang dan dengan pertimbangan etis yang baik.

5. Secara Sudut Pandang Adat dan Budaya.

Pandangan tentang hidup childfree dapat sangat dipengaruhi oleh adat dan budaya di mana seseorang tinggal. Beberapa budaya mungkin menekankan pentingnya memiliki anak untuk meneruskan garis keturunan dan memastikan kelangsungan hidup keluarga atau masyarakat. Di sisi lain, beberapa budaya mungkin lebih terbuka terhadap pilihan hidup tanpa anak, terutama jika individu tersebut memiliki alasan yang kuat atau kondisi yang menghalangi kemampuan mereka untuk memiliki anak.

Sebagai contoh, dalam budaya Barat, keputusan untuk tidak memiliki anak dianggap sebagai pilihan pribadi yang sah, dan individu yang memilih untuk hidup childfree seringkali tidak mengalami stigma yang serius. Di sisi lain, dalam budaya Asia, terutama di negara-negara yang menganut budaya patriarki, memiliki anak laki-laki untuk melanjutkan garis keturunan sering dianggap sebagai hal yang sangat penting.

Namun, pandangan tentang kehidupan childfree dapat berubah dari waktu ke waktu dan dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti tingkat urbanisasi, pendidikan, dan globalisasi. Dalam beberapa kasus, adat dan budaya dapat terus berubah dan beradaptasi dengan perubahan sosial dan ekonomi.

Bagi individu yang berasal dari budaya di mana memiliki anak dianggap sebagai suatu kewajiban atau tuntutan, keputusan untuk menjadi childfree dapat menghadapi tekanan dari keluarga atau masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk mempertimbangkan keputusan tersebut secara matang dan berbicara dengan keluarga mereka tentang alasan mereka memilih hidup childfree. Dalam beberapa kasus, membuka dialog dengan keluarga dapat membantu mengurangi stigma atau tekanan sosial yang mungkin dihadapi oleh individu yang memilih hidup childfree.

:: Kesimpulan ::

Keputusan untuk hidup childfree adalah pilihan yang kompleks dan dipengaruhi oleh banyak faktor yang berbeda, termasuk nilai-nilai, keyakinan agama, budaya, dan pandangan hidup individu. Beberapa alasan umum untuk memilih hidup childfree adalah untuk menghindari beban finansial dan tanggung jawab orang tua, meningkatkan kebebasan dan fleksibilitas, serta mengejar tujuan pribadi yang lain.

Meskipun keputusan untuk hidup childfree semakin umum, namun hal ini masih memunculkan berbagai pandangan dan stigma di masyarakat. Oleh karena itu, penting bagi individu untuk mempertimbangkan keputusan tersebut secara matang dan berbicara dengan pasangan, keluarga, dan masyarakat sekitar mereka tentang alasan mereka memilih hidup childfree.

Pandangan tentang hidup childfree dapat berbeda-beda tergantung pada latar belakang individu, termasuk agama, budaya, dan pandangan filosofis. Oleh karena itu, penting untuk menghargai keputusan individu dan berbicara dengan cara yang terbuka dan menghormati pandangan yang berbeda dalam masyarakat.

:: Penutup ::

Keputusan untuk hidup childfree adalah pilihan pribadi yang harus dihormati dan diputuskan oleh setiap individu berdasarkan nilai dan kepentingan mereka sendiri. Penting untuk menghargai pandangan yang berbeda dan tidak memaksakan pandangan atau keputusan pada orang lain.

Sebagai masyarakat yang inklusif dan toleran, kita harus menerima dan menghormati keputusan individu untuk hidup childfree atau memiliki anak. Kita harus membangun komunikasi dan pemahaman yang terbuka dan saling menghormati di antara individu dengan pilihan hidup yang berbeda.

Terakhir, kita harus mengingat bahwa pilihan untuk hidup childfree tidak berarti bahwa seseorang tidak peduli atau tidak mempunyai peran dalam kehidupan keluarga dan masyarakat. Keputusan untuk hidup childfree bukan berarti mengabaikan nilai-nilai sosial dan keberadaan sosial yang ada di sekitar kita, tetapi merupakan pilihan hidup yang berbeda yang harus dihormati dan diterima secara luas dalam masyarakat.

So, Mengenai hal ini aku harap temen-temen pembaca lebih Open Minded dalam menghadapi pilihan dan Keputusan seseorang, Memang Manusia itu Cenderung Dinamis, tapi dari setiap Perubahan pasti selalu mempunyai alasannya.

Terima kasih ^_^

Sumber Referensi:

HeyLawedu.ID, Childfree: Fenomena Childfree dan Konstruksi Masyarakat Indonesia

Apa Arti Childfree: Alasan dan Faktor Orang Memilih Childfree

Amy Blackstone. “Childless or childfree?”

Arif Budiman. 2021. “Tanpa Anak dan Bahagia, Mengapa Tidak?”

Maria Frani Ayu. 2021. “(Review Buku): “Childfree and Happy”, karya Victoria Tunggono”

Nicole Acevedo. 2021. “China changes law to allow married couples to have up to three children”

Teuku Raja

Philosophy and Psychology Addict, Culture and Humanity Activist, and Historical, Social, Technician Sains Enthusiast

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak