Childfree, Antara Pilihan Egosentris & Rejection of Life's Destiny (Part #1)

 

Images: Childfree Illustration Digital Art by Teuku Raja

Assalamualaikum, Heyyo guys.

BTW Udah pada tau gak sih sekarang tuh lagi Heboh apa ? Yup, bener banget istilah "Childfree", Kalian para pembaca blog aku juga udah pada tau kali ya soal issue ini. Ada banyak Pro & Kontra Orang-Orang di luar sana dalam menanggapi dan mengartikan issue ini dan setiap dari netizen-netizen tersebut mempunyai pendapat masing-masing, jadi dalam Hal ini aku bakalan Membedah total Issue ini dari berbagai sudut pandang, perspektif, mindset, logical thinking, spiritual thinking, emotional thinking dan critical thinking, tentunya aku juga bakalan mengutarakan opini pribadi aku juga mengenai issue ini, hitung-hitung untuk menambah Wawasan dan Pengetahuan kita di Era New Normal dan Edan sekarang ini. Jadi ada kemungkinan kalau pembahasan ini akan aku bagi jadi dua part artikel supaya lebih nangkep value dan meaning nya ya.

So, Sebenernya Arti dari istilah Childfree itu apa sih bang ?.

Nah, first aku bakalan mengutip dulu nih Lansiran dari HeylaweduID tentang Rangkuman pendek mengenai istilah childfree ini. mengacu kepada keputusan seseorang ataupun pasangan untuk tidak memiliki keturunan atau tidak memiliki anak. Selain itu, menurut Oxford Dictionary istilah childfree merupakan suatu kondisi di mana seseorang atau pasangan tidak memiliki anak karena alasan yang utama yaitu pilihan.

Cambridge Dictionary pun mendefinisikan istilah childfree hampir serupa seperti apa yang dijelaskan oleh Oxford Dictionary, yaitu kondisi di mana seseorang atau pasangan memilih untuk tidak memiliki anak.

Istilah childfree juga banyak dikenal atau lebih familiar di kalangan para feminis dan dalam agenda-agenda feminisime. Menurut buku berjudul “Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam” yang ditulis oleh Siti Muslikhati, dijelaskan bahwa feminisme merupakan suatu gerakan yang memiliki tujuan untuk mewujudkan kesetaraan gender secara kuantitatif. Artinya, pria maupun wanita harus saling berperan, baik itu dalam maupun di luar rumah.

Memasuki era reformasi, gerakan feminisme ini mulai menemukan momentumnya untuk mengadakan beragam perubahan di segala bidang, termasuk dalam relasi gender. Istilah ketimpangan gender pun telah menjadi bahasa baku yang selalu dikaitkan dengan kondisi perempuan yang tertinggal, terpuruk, tersubordinasi, dan lainnya yang sejenis.

Kondisi tersebut kemudian memacu para feminis untuk menciptakan beberapa gerakan, di antaranya adalah keputusan perempuan dan pasangan untuk childfree. Keputusan childfree ini digunakan oleh seorang perempuan, untuk memilih kebebasannya untuk menjadi seorang ibu maupun mengalami proses hamil hingga melahirkan.

Sejatinya keputusan seorang perempuan atau pasangan untuk childfree merupakan keputusan yang bersifat sangat personal. Meskipun begitu, keputusan ini masih dinilai tabu di Indonesia.

Contohnya pengumuman yang dibuat oleh Gita Savitri,saat ia memutuskan untuk childfree. Melalui keputusan tersebut, banyak netizen yang mengkritik dan menilai bahwa keputusan tersebut tidaklah tepat dan lain sebagainya.

Namun, apakah benar segala asumsi tersebut? Apa dampak dari keputusan seorang perempuan atau pasangan untuk childfree?.

Dampak Childfree untuk Kesehatan

Keputusan childfree seorang perempuan maupun pasangan, rupanya dapat berdampak pada sisi biologis atau kesehatan. Ada beberapa dampak kesehatan, yang dapat dirasakan ketika seorang perempuan maupun pasangan menjalani pernikahan untuk childfree.

Menurut sebuah penelitian, perempuan yang tidak memiliki anak memiliki risiko untuk memiliki kesehatan yang lebih buruk di kemudian hari. Tidak hanya itu saja, kondisi kesehatan ini juga akan meningkatkan risiko kematian dini.

Keputusan tidak memiliki anak, juga dapat meningkatkan risiko terkena kanker payudara. Ketika seorang perempuan hamil serta menyusui, risiko dari terkena kanker payudara akan berkurang, sebab terjadi perubahan hormonal ketika menjalani fase hamil serta menyusui.

Ketika seorang perempuan hamil, maka akan mengalami peningkatan progesteron serta mengalami penurunan estrogen, sehingga hal tersebutlah yang membuat perempuan hamil bisa lebih terlindungi dari risiko terkena kanker.

Konsep dan Pengertian Childfree

Childfree adalah sebuah istilah yang merujuk pada orang atau pasangan yang memilih untuk tidak memiliki anak. Childfree berbeda dengan Childless. Childless lebih ke dalam kondisi dimana seseorang tanpa anak yang disebabkan karena keadaan.

Mudahnya, childfree merupakan pilihan yang dilakukan oleh seseorang atau pasangan, sedangkan childless dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti keguguran, maupun kondisi fisik dan biologis lainnya.

Dalam konstruksi masyarakat di Indonesia, childless nampaknya lebih ditoleransi dibandingkan dengan rekan-rekan yang memilih dan mengambil keputusan untuk childfree.

Nampaknya, budaya ketimuran, kontruksi sosial, stigma, belum bisa untuk menerima secara gamblang konsep dari childfree ini.  

Childfree marriage memang merupakan pilihan dan kebebasan setiap orang termasuk perempuan dalam memilih. Bukan karena “my body my choice” tapi lebih kompleks dari pada itu.

Kesiapan, trauma masa kecil, dan tanggung jawab yang harus diterima. Ada kutipan seperti ini, “When we’re facing with humans, we don’t face their true personality. We face their unresolved trauma, their unhealed wound, their coping mechanism, their persona, their insecurity, and their never ending wants. So please, never take anything personally”.

Kutipan yang sangat deep dan memang, dalam setiap keputusan kita dihadapkan pada berbagai pilihan. Seperti misalnya Influencer kita, Gita Savitri, Catwomanizer, atau Cinta Laura yang memutuskan untuk tidak memiliki anak atau childfree.

Keputusan yang mereka ambil tentu menimbulkan polemik dan juga perdebatan dari netizen. Tidak sedikit juga masyarakat yang mencemooh pilihan childfree tersebut.

Latar Belakang Millennials dan Gen Z memilih Childfree

Keputusan untuk memiliki anak tentu bebas-bebas saja, karena setiap orang memiliki alasan dan pengalaman yang berbeda-beda dalam memandang hidup.

Di Indonesia, kita mengenal Veronica Wilson, salah satu perempuan yang berani speak up terkait dengan keputusannya untuk tidak mempunyai anak. Meski sempat terhalang tradisi orang tua masing-masing, Veronica dan suami tetap untuk memilih dan mengambil keputusan childfree ini.

Keinginan Childfree yang ia pegang bukan karena faktor eksternal melainkan karena memang ia tidak ingin mempunyai anak. Bahkan pemikiran ini telah ada sejak Veronica masih kecil. 

Alasan utamanya karena pengalaman hidup, dimana Veronica memiliki pengalaman yang tidak cukup menyenangkan dengan mendiang Ibu. Perilaku toxic yang dikhawatirkan juga akan menurun pada dirinya, atau bahkan pada keturunan dirinya.

Buku “Childfree and Happy”, karya Victoria Tunggono

Belakangan, banyaknya pemberitaan mengenai perempuan-perempuan yang memilih untuk tidak mempunyai anak sebenarnya bukan sesuatu fenomena yang baru. Selama ini, menurutnya, sudah banyak kaum Hawa yang berkeinginan untuk tidak memiliki keturunan. 

Namun, opsi tersebut sulit diambil di Indonesia, mengingat kuatnya budaya patriarki dan juga masih bertahannya stigma sosial bahwa perempuan yang menikah harus memberikan keturunan pada suaminya.

Berdasarkan pengamatan Victoria dan diceritakan dalam buku tersebut, mengungkapkan bahwa banyak orang yang memilih untuk tidak memiliki anak karena pengalaman buruk mereka di masa kecil dengan orang tua.

Penulis, dalam bukunya juga menunjukan ia sudah benar-benar tahu dan paham dengan pilihan hidupnya. Menurutnya, “be gentle to people”. Siapapun dia dan apapun pilihannya. Untuk alasan ini, cobalah untuk belajar memahami dan kemudian mengerti.

Meskipun narasi populer cenderung negatif dari keputusan childfree ini, penelitian sosiologis menunjukkan bahwa childfree memungkinkan seseorang untuk memiliki lebih banyak waktu dan motivasi untuk berkontribusi pada komunitas melalui upaya amal maupun sukarela. 

Pembatasan Anak di China

China akan mengizinkan pasangan menikah secara legal dengan batasan hingga tiga anak. 

Badan legislatif seremonial mengamandemen Undang-Undang Kependudukan dan Keluarga Berencana pada hari Jumat (20/8/21) sebagai bagian dari upaya selama puluhan tahun oleh Partai Komunis yang berkuasa untuk mendikte jumlah keluarga sesuai dengan arahan politik.

Mengacu pada Kantor berita Xinhua, sebuah organisasi media pemerintah China, melaporkan pada bulan Mei bahwa perubahan undang-undang tersebut telah disetujui selama pertemuan Politbiro Partai Komunis yang dipimpin oleh Presiden China Xi Jinping.

Lalu Bagaimana dengan Pengaturan Pembatasan Anak di Indonesia ?

Di Indonesia, pengaturan tentang pembatasan anak secara eksplisit tidak diatur dengan jelas melalui Undang-Undang. Hanya saja pemerintah menyarankan dan menjalankan program Keluarga Berencana, a.k.a KB, yang dikenal slogan “Dua Anak Lebih Baik” yang kini berubah menjadi “Dua Anak Lebih Sehat”.

Program KB di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No. 10 tahun 1992 tentang Perkembangan Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera. 

Program ini dijalankan dan diawasi oleh Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) sebagai wujud dari program Keluarga Berencana dan pemakaian alat kontrasepsi untuk menunda/mencegah kehamilan.

To be Continued...

Sumber Referensi:

- HeyLawedu.ID, Childfree: Fenomena Childfree dan Konstruksi Masyarakat Indonesia

Apa Arti Childfree: Alasan dan Faktor Orang Memilih Childfree

Amy Blackstone. “Childless or childfree?”

- Arif Budiman. 2021. “Tanpa Anak dan Bahagia, Mengapa Tidak?”

- Maria Frani Ayu. 2021. “(Review Buku): “Childfree and Happy”, karya Victoria Tunggono”

- Nicole Acevedo. 2021. “China changes law to allow married couples to have up to three children”

Teuku Raja

Philosophy and Psychology Addict, Culture and Humanity Activist, and Historical, Social, Technician Sains Enthusiast

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak